Electronic Health Record

BAB I

LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan Rekam Medis di rumah sakit Indonesia dimulai Tahun 1989 sejalan dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.749a/Menkes/PER/XII/1989 tentang Rekam Medis, yang mana pengaturannya masih mencakup rekam medis berbasis kertas (konvensional). Rekam medis konvensional dianggap tidak tepat lagi untuk digunakan di abad 21 yang menggunakan informasi secara intensif dan lingkungan yang berorientasi pada otomatisasi pelayanan kesehatan dan bukan terpusat pada unit kerja semata.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang melanda dunia telah berpengaruh besar bagi perubahan pada semua bidang, termasuk bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004 – 2009 yang menjelaskan bahwa “Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi difokuskan pada enam bidang prioritas, antara lain pengembangan teknologi dan informasi dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah berkembang begitu pesat di berbagai sektor, termasuk di sektor kesehatan. Salah satu pengaplikasiannya adalah rekam medis terkomputerisasi atau rekam kesehatan elektronik. Kegiatannya mencakup komputerisasi isi rekam kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya.

Electronic Medical Record sudah banyak digunakan di berbagai rumah sakit di dunia sebagai pengganti atau pelengkap rekam medik kesehatan berbentuk kertas. Di Indonesia dikenal dengan Rekam Medik Elektronik (RME). Sejalan dengan perkembangannya RME menjadi jantung informasi dalam sistem informasi rumah sakit. Namun demikian para tenaga kesehatan dan pengelola sarana pelayanan kesehatan masih ragu untuk menggunakannya karena belum ada peraturan perundangan yang secara khusus mengatur penggunaannya. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 telah memberikan jawaban atas keraguan yang ada. UU ITE telah memberikan peluang untuk implemetasi RME.

Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi trend dalam pelayanan kesehatan secara global adalah Rekam Medik Elektronik. Selama ini rekam medik mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Permenkes No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik, sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Kesehatan  No.749a/Menkes/PER/XII/1989.

Undang-undang No.29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat RME sudah banyak digunakan di luar negeri, namun belum mengatur mengenai RME. Begitu pula Peraturan Menteri Kesehatan No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik belum sepenuhnya mengatur mengenai RME. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik”. Secara tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan kesehatan membuat rekam medik secara elektronik (RME). Sehingga sesuai dengan dasar-dasar diatas maka membuat catatan rekam medik pasien adalah kewajiban setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan pemeriksaan kepada pasien baik dicatat secara manual maupun secara elektronik.

Aspek legal pecatatan rekam medik antara lain :

  1. UU No. 29 Tahun 2004 – Praktik Kedokteran, Pasal 46-47.
  2. Permenkes No.269 Tahun 2008 – Rekam Medik.
  3. UU No.11 Tahun 2008 – ITE.
  4. Pasal 6, 11, 16, 19, 20, Permenkes No. 1171 Tahun 2011 – SIRS. 

Dari aspek legal diatas bisa di simpulkan  bahwa Rekam Medik harus ditulis pada saat  Pasien mendapatkan Pelayanan intinya adalah dokter harus menulis rekam medic yang bisa di tulis secara manual maupun elektronik. Ketika  kita akan masuk ke rekam medik elektronik maka ada beberapa hal yang  harus diperhatikan yaitu: harus ada otentifikasi, harus aman, harus ada pin (login dan password) dan harus bisa diakses kembali kapan saja sesuai kebutuhan. Selain itu penyajian data rekam medik harus memenuhi persayaratan baik legalitas maupun segi medik oleh karena hal tersebut maka rumah sakit wajib melaksanakan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit).

Dalam perjalanannya rekam medik lebih dititik beratkan pada bagaimana mengatur dokumen rekam medik. Dimana status rekam medik manual akan disimpan di sebuah gudang penyimpanan, perlu diketahui bahwa media penyimpanan seperti kertas adalah bahan yang mudah rusak dan mudah hilang baik dibawa pulang pasien ataupun di pinjam oleh instalasi lain. Sehingga bagian rekam medik akan sulit mengeluarkan data secara lengkap, apalagi berkas rekam medik di sebuah rumah sakit tidaklah sedikit.

RKE mempunyai banyak manfaat, di antaranya memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi dan membuat penyimpanan lebih ringkas. Dengan demikian, data dapat ditampilkan dengan cepat sesuai kebutuhan. Pencatatan rekaman medis secara digital harus diketahui cara sistem pencatatnnya dan perlu dikembangkan demi memajukan pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat menurunkan angka kesalahan kerja medis. Peningkatan keselamatan pasien (patient safety) adalah manfaat utama yang hendak dicapai rumah sakit bila mereka mengadopsi RKE. Hampir semua responden menganggap peningkatan keselamatan pasien bisa direalisasikan.

RKE dapat menyimpan data dengan kapasitas yang besar, sehingga dokter dan staf medis mengetahui rekam jejak dari kondisi pasien berupa riwayat kesehatan sebelumnya, tekanan darah, obat yang telah diminum dan tindakan sebelumnya sehingga tindakan lanjutan dapat dilakukan dengan tepat dan berpotensi menghindari medical error.

Beberapa rumah sakit di dunia telah berhasil mengimplementasikan RKE pada area penelusuran pasien, staf medis, peralatan medis dan area aplikasi lainnya. Di Amerika Serikat dan Eropa, alasan utama dari pengadopsian teknologi RKE adalah untuk meningkatkan daya saing bisnis dengan melakukan peningkatan keselamatan pasien dan menurunkan medical error. Dua rumah sakit di Singapura dan diikuti oleh lima buah rumah sakit di Taiwan juga telah mengimplementasikan RKE. Sedangkan di Indonesia hanya beberapa Rumah Sakit yang telah menggunakannya dan biasanya menggunakan rekam kesehatan manual dan elektronik seperti di RS. Pertamina, RS. Melia dan RS. Cikini.

Akan tetapi, pemicu dari penerapan RKE di negara tersebut (Taiwan dan Singapura) adalah untuk mereduksi gejolak sosial di masyarakat akibat pandemi SARS pada tahun 2003. Setelah pandemi SARS dapat dieliminasi, dalam perkembangannya, ternyata sebagian rumah sakit tersebut mengembangkan RKE untuk mendapatkan manfaat yang bersifat tangible. Contohnya, untuk mereduksi biaya dan waktu operasi maupun yang bersifat intangible seperti meningkatkan kualitas pelayanan medis dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi (mulai dari penuh sampai parsial) (Wang etal., 2005 dan Tzeng et al., 2008).

Kontras dengan kondisi di Indonesia, penggunaan RKE belum diadopsi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Padahal penyebaran yang cepat dan dramatis dari penyakit telah meningkat beberapa tahun terakhir ini. AIDS/HIV, demam berdarah, flu burung (SARS) dan pandemi lainnya telah mempengaruhi Indonesia diikuti dengan banyaknya penderita yang meninggal.

Joseph Domenech (2008) dari FAO chief veterinary officer menyatakan bahwa “rata-rata tingkat kematian dari flu burung di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia dan akan lebih menyebar lagi pada manusia jika mereka tidak berfokus pada kandungan penyakit dari sumber hewan dan pencegahannya” (FAOnewsroom, 2008). Beberapa rumah sakit di Indonesia telah berusaha mencegah kemungkinan penyebaran tanpa bantuan teknologi seperti RKE. Ini menunjukkan bahwa terjadi hambatan dalam pengadopsian RKE di rumah sakit Indonesia.

Alasan mengapa RKE tidak berkembang cepat adalah tidak adanya hukum yang jelas. Aspek regulasi dan legal memang tidak dapat menandingi kecepatan kemajuan teknologi informasi. Depkes mempublikasikan Permenkes no 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai pengganti Permenkes 749a/Menkes/Per/XII/1989. Namun, peraturan ini tidak memberikan penjabaran secara rinci tentang rekam medis elektronik. Hanya disebutkan bahwa penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri (Pasal 2 ayat 2). Di sisi lain, masyarakat banyak berharap dengan UU ITE yang baru saja disahkan oleh DPR. UU tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan hukum terhadap transaksi elektronik. Namun, mengharapkan UU ITE sebagai dasar pelaksanaan rekam medis elektronik saja tentu tidak mencukupi.

Penyelenggaraan EHR di rumah sakit sejalan dengan adanya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang semakin berkualitas, karena salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu :

  1. Pencegahan adverse event
  2. Memberikan respon cepat segera setelah terjadinyaadverse event 
  3. Melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event.

Keuntungan lain dari EHR yaitu dapat memberikan peringatan dan kewaspadaan klinik (clinical alerts and reminders), hubungan dengan sumber pengetahuan untuk menunjang keputusan layanan-kesehatan (health care decision support) dan analisis data agregat (Johan Harlan).

Selain itu dengan adanya EHR memungkinkan terselenggaranya komunikasi silang yang semakin kompleks antara sesama tenaga kesehatan dengan berbagai pihak yang sama-sama memberikan pelayanan kepada pasien  di sarana pelayanan kesehatan, dan EHR juga dapat digunakan sebagai salah satu masukan penting dalam  mengukur keberhasilan program kesehatan di instansi pelayanan yang ada (Menkes RI, 2005).

Saat ini, di Indonesia tercatat sekitar 1300 RS dan ribuan puskesmas (Menkes RI) yang tentunya pemerintah perlu memikirkan rancangan induk (grand disain) EHR yang disusun secara strategis per regional meliputi wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat. Rancangan EHR tersebut tentunya harus dapat mengatasi hal-hal yang sering terjadi pada rekam medis berbasis kertas antara lain :

  1. Aksesibilitas informasi kesehatan pasien belumreal time.
  2. Kelengkapan, keakuratan dan keamanan informasi kesehatan pasien masih rendah).
  3. Pemanfaatan data pasien dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi di sarana pelayanan kesehatan oleh para pengelola sarana pelayanan kesehatan belum optimal.
  4. Data pasien belum dioptimalkan oleh para tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan secara berkesinambungan dalam rangka pelayanan yang efektif dan efisien.

Untuk mendorong minat dan adopsi RKE, manfaat dan potensinya harus terus menerus disosialisasikan. Sebagai contoh, dengan jalan menunjukkan kelebihan RKE dalam menyimpan data medis multimedia yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja, kendati pun belum ada RKE yang benar-benar sempurna. Sosialisasi RKE harus dilakukan secara terus menerus dan memerlukan inisiatif tingkat nasional. Jika pemerintah serius menjadikan RKE sebagai kunci untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.    Pengertian RKE (Rekam Kesehatan Elektronik)

Rekam Kesehatan Elektronik atau Electronic Health Record sering disingkat EHR. EHR merupakan kegiatan mengkomputerisasikan isi rekam jejak kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya. Pada awalnya rekam kesehatan di Indonesia masih dikenal dengan istilah rekam medis yang sampai saat inipun sebagian rumah sakit di Indonesia masih menggunakan istilah yang sama. Rekam Medis adalah “Himpunan fakta tentang kehidupan seorang pasien dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien”.

Electronic Health Record selanjutnya disebut EHR bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan di-install seperti paket word-processing atau sistem informasi pembayaran dan laboratorium yang secara langsung dapat dihubungkan dengan sistem informasi lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan tertentu. EHR merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan memenuhi satu set fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Health Records: A Practical, Guide for Professionals and Organizations harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated data from multiple source).

2. Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture data at the point of care).

3. Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (Support caregiver decision making).

 

Sedangkan, Gemala Hatta menjelaskan bahwa EHR terdapat dalam sistem yang secara khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan berbagai kemudahan fasilitas untuk kelengkapan dan keakuratan data, memberi tanda waspada, peringatan, memiliki sistem untuk mendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta alat bantu lainnya.

 

  1. B.     Komponen RKE

Menurut Johan Harlan, komponen fungsional EHR, meliputi:

  1. Data pasien terintegrasi
  2. Dukungan keputusan klinik
  3. Pemasukan perintah klinikus
  4. Akses terhadap sumber pengetahuan
  5. Dukungan komunikasi terpadu

Komponen EHR secara lengkap dapat dilihat pada gambar 1, di bawah ini:

Untuk menunjang keberhasilan dalam membangun EHR di rumah sakit, institusi dan vendor juga harus melihat dan mempertimbangkan komponen dasar EHR seperti di bawah ini:

  1. Sistem Sumber

Adalah pengambilan data untuk menunjang infrastruktur yang berkaitan dengan EHR, meliputi:
a. Sistem administrasi

b. Financial/keuangan
c. Data klinis dari unit-unit

  1. Pengintegrasian data
  2. Repository (gudang data) yang memusatkan data dari berbagai komponen lain atau cara lain untuk mengintegrasikan data.
  3. Rules Engine, yang menyediakan program logic yang dapat dipakai untuk menunjang keputusan seperti; kewaspadaan dan pernyataan, daftar permintaan (order set) dan protokol klinis.

Gambar Kriteria EHR

Sumber pengetahuan, yakni membuat informasi yang selalu tersedia bagi kepentingan sumber-sumber luar.

  1. Gudang data (data warehouse) data spesifik yang dapat diproses (yakni data agregat dan data yang akan dianalisis) yang menghasilkan informasi yang amat berguna.
  2. Memperoleh data dalam waktu yang tepat bagi pelayanan (at the point of care) dan kemampuan untuk mengakses data, aturan dan proses data (mined data) melalui data agregat dan analisis data.

Pengambilan keputusan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara apapun termasuk memasukkan dan mengeluarkan data melalui: terminal komputer, komputer pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem pengenalan suara, tanda tangan,dll.

  1. C.    Manfaat RKE

Menurut Program Kreativitas Mahasiswa UI 2007 manfaat teknologi informasi dalam rekam kesehatan elektronik yang paling tinggi adalah mengurangi medical error danmeningkatkan keamanan pasien (patient safety). Salah satu peranan kecil teknologi informasi dalam tindakan pencegahan medical error, yakni dengan melakukan pengaturan rekam medis pada suatu sistem aplikasi manajemen rekam medis. Dengan adanya sistem aplikasi manajemen rekam medis, maka medical error dalam pengambilan keputusan oleh tenaga kesehatan dapat dikurangi karena setiap pengambilan keputusan akan berdasarkan rekam medis pasien yang telah ada.

Salah satu cara meningkatkan pelayanan kesehatan adalah dengan menggunakan Teknologi Informasi untuk melakukan tindakan pencegahan medical error melalui 3 mekanisme antara lain :

  1. Pencegahan adverse event

Salah satu contoh pencegahan adverse event adalah dengan penerapan system penunjang keputusan dimana dokter bisa diberikan peringatan mengenai kemungkinan terjadinya hal-hal yang membahayakan keselamatan pasien mulai dari kemungkinan alergi, kontraindikasi pengobatan, maupun kegagalan prosedur tertentu.

  1. Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event

Dengan adanya respon cepat untuk penanggulangan adverse event, maka hal-hal yang tidak diinginkan akan cepat dihindari. Misalkan adanya penarikan obat karena telah ditemukan adanya kontraindikasi yang tidak diharapkan. Maka, sistem informasi yang telah dibangun, bisa saling berinteraksi untuk mencegah pemakaian obat tersebut lebih lanjut.

  1. Melacak dan menyediakan feedback secara cepat

Teknologi Informasi saat ini memungkinkan komputer untuk melakukan pengolahan terhadap data pasien dalam jumlah besar dan menghasilkan analisa secara lebih cepat dan akurat. Dengan metode datamining maka komputer bias mendeteksi pola-pola tertentu dan mencurigakan dari data klinis pasien. Teknik analisa ini relatif tidak memerlukan para tenaga kesehatan untuk melakukan analisa, melainkan komputer sendiri yang melakukan analisa dan memberikan hasil interpretasinya.

 

  1. D.    Keamanan data pada RKE

Dalam pasal 13 ayat (1) huruf b permenkes 269 tahun 2008 tentang pemanfaatan rekam medis “sebagai alat bukti hokum dalam proses penegakkan hokum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi”. Karena rekam medis merupakan dokumen hukum.maka keaman berkas sangatlah penting untuk menjaga keotentikan data baik Rekam Kesehatan kertas maupun Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). 

RKE juga merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal tersebut juga ditunjang dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada pasal 5 dan 6 yaitu:

Pasal 5 pada ayat :

  1. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hokum yang sah.
  2. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
  3. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan system elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalan Undang-Undang ini.

Pasal 6 :

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggab sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Dalam Sabarguna 2008 menyebutkan bahwasanya keamanan computer mencakup empat aspek yaitu privacy, integrity, authentication, availability, sedangkan untuk dunia kedokteran maka terdapat aspek lain yang harus juga diperhatikan yaitu access control dan non-repudiation.

  1. Privacy atau confidentiality

Hal utama dari aspek Privacy atau confidentiality adalah bagaimana untuk menjaga informasi dari pihak-pihak yang tidak memiliki hak untuk mengakses informasi tersebut.
Data rekam medis yang berisi riwayat kesehatan pasien yang bersifat rahasia harus dapat dijaga kerahasiaanya, karena infomasi tersebut merupakan milik pasien. Sedangkan dokumennya merupakan milik dokter,dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan . seperti yang tertuang pasa pasal 47 UU praktik kedokteran no 29 tahun 2004.

  1. Integrity
    Integrity berkaitan mengenai perubahan informasi. Seperti yang tertuang dalan permenkes 269 tahun 2009, pasal 5 ayat 6 “Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.”

Pencoretan tentu saja tidak bias dilakukan dalam rekam kesehatan elektronik. Oleh karena itu diperlukan pengamanan atau proteksi yang lebih yaitu tidak begitu saja menghapus data yang tersimpan dalam rekam kesehatan elektronik tersebut dan segala perubahanya dapat diketahui.

  1. Authentication
    Authentication berhubungan dengan akses terhadap informasi. Dalam rekam medis tidak semua tenaga kesehatan dapat memasukkan data atau melakukan perubahan data. Setiap tenaga kesehatan mempunyai kapasitanya masing-masing. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan akses. Setiap perubahan harus ada pertanggungjawaban. Pada pasal 46 UU praktik kedokteran no 29 tahun 2004 menyebutkan bahwa “ setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan”. Dan pada pasal yang sama ayat (3) menyebutkan “apabila dalam pencatatc rekam medic menggunakan teknologi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi(PIN).”

Pada Rekam Kesehatan Elektronik juga wajib diberi tanda tangan untuk pertanggungjawaban. Hal tersebut diatur dalam pasal 11 UU ITE yaitu : Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hokum akibat hokum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  1. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan.
  2. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kausa penanda tangan.
  3. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
  4. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
  5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatanganannya.
  6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.
  7. Availability
    Availability atau ketersediaan adalah aspek yang menekan pasa tersediaan informasi ketika dihubungkan oleh pihak-pihak yang terkait.

Sebagai alat kominikasi rekam medis harus selalu terseedia secara capet dan dapat mempilkan kembali data yang telah tersimpan sebelumnya. Untuk rekam kesehatan ekektronik juga harus mempunyai sifat ketersediaan. Hal tersebut diatur dalam UU ITE pasal 16 yaitu : Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang undang tersendiri, setiap Penyelengaraan Sistem Elektronik wajib mengoperasikan sisten elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut :

  1. Dapat menampilkan kembali Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang diterapkan dalam peraturan perundang-undangan.
  2. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan. Keoutentikan, kerahasiaan. Dan keteraksesan informasi elektronk dalam Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut.
  3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut.
  4. Dilengkapi dangan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut.
  5. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
  6. Access Control 

Access control adalah aspek yang menekankan pada cara pengaturan akses terhadap informasi. access control dapat mengatur siapa-siapa saja yang berhak untuk mengakses infomasi atau siapa-siapa saja yang tidaak berhak mengakses informasi.

  1. Non-Repudiation
    Aspek ini erat kaitannya dengan suatu transaksi atau perubahan informasi. Aspek ini mencegah agar seseorang tidak dapat menyangkal telah melakukan transaksi atau perubahan terhadap suatu informasi.
  2. E.     Kekurangan dan Kelebihan RKE
    1. Kekuatan RKE
      1. Memungkinkan akses informasi secara cepat dan mudah
      2. Memungkinkan adanya copy cadangan(duplikat) informasi yang dapat diambil bila yang asli hilang atau rusak
      3. Memproses transaksi dalam jumlah besar dan sulit secara cepat
      4. Memungkinkan siap mengakses seara cepet untuk beragam sumber professional
      5. Memungkinkan mengakses secara lebih canggih dan dapat melihat rancang yang sesuai dengan kehendak(customization).
      6. Pencegahan adverse event
      7. Memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event 
      8. Melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event.

 

  1. Kelemahan RKE
    1. Kurang definisi yang jelas
    2. Sulit memenuhi kebutuhan pengguna yang beragam
    3. Kurangnya standarisasi
    4. Adanya potensi ancaman terhadap privasi dan sekuritas
    5. Biaya (Hatta, 2008)
    6. Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medis kertas, untuk perangkat keras, perangkat lunak dan biaya penunjang.
    7. Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan merancang ulang alur kerja.
    8. Konversi rekam medis kertas ke EHR membutuhkan waktu, sumber daya, tekad dan kepemimpinan.
    9. Risiko kegagalan sistem komputer
    10. Masalah pemasukan data oleh dokter
    11. Analisis data agregat

 

Menurut Johan Harlan, Kelemahan RKE adalah :

  1. Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada Rekam Medis kertas untuk Perangkat keras (Hard ware), Perangkat lunak (Soft Ware) dan Biaya penunjang.
  2. Waktu yang harus disediakan oleh key persons & okter untuk mempelajari sistem& merancangulang alur-kerja.
  3. Konversi Rekam Medis kertas ke Rekam Medis elektronik membutuhkan waktu, sumberdaya, tekad, dan kepemimpinan.
  4. Resiko kegagalan system komputer.
  5. Masalah pemasukan(entry) data oleh dokter

 

  1. F.     Implementasi RKE di Saryankes

Salah satu aspek yang paling sulit dalam menerapkan EHR adalah pada tahapan implementasi. Ada beberapa alternatif implementasi yaitu:

  1. Implementasi seluruh fungsi di semua unit (instalasi) pada saat yang sama secara menyeluruh di rumah sakit.
  2. Implementasi seluruh fungsi pada satu unit (instalasi). Jika di lokasi tersebut sudah stabil, kemudian dilanjutkan ke seluruh lokasi lain pada saat yang sama.
  3. Implementasi fungsi-fungsi terbatas pada seluruh unit (instalasi), misalnya permintaan tes laboratorium secara elektronik. Jika fungsi ini sudah menjadi bagian dari kegiatan klinik secara rutin, kemudian menerapkan lebih banyak fungsi lagi.
  4. Kombinasi dari pendekatan-pendekatan di atas, misalnya menerapkan fungsi terbatas pada satu lokasi. Jika fungsi tersebut sudah stabil, kemudian memperluas berbagai fungsi pada lokasi tersebut dan kemudian diperluas ke berbagai unit di seluruh rumah sakit.

Beberapa permasalahan yang akan muncul pada sistem EHR, yaitu

  1. Pemasukan data (data entry), meliputi: pengambilan data (data capture), input data, pencegahan error, data entry oleh dokter.
  2. Tampilan data (data display), meliputi: flowsheet data pasien, Ringkasan dan abstrak, turnaround documents, tampilan dinamik.
  3. Sistem kuiri (tanya; query) dan surveilans, meliputi pelayanan klinik, penelitian klinik, studi retrospektif dan administrasi.

Isu utama yang harus di atasi menurut Johan Harlan, yaitu:

  1. Kebutuhan terhadap standar di bidang terminology klinik
  2. Keperdulian terhadap privacy, kerahasiaan, dan keamanan data
  3.  Penentangan terhadap pemasukan data (data entry) oleh dokter
  4. Kesulitan sehubungan dengan integrasi system rekam medis dengan sumber informasi lain dalam pelayanan kesehatan.

 

  1. G.    Strategi Implementasi dan Pengembangan RKE

Faktor yang mendukung adopsi EHR di saryankes:

  1. Perubahan ekonomi kesehatan dengan adanya trend untuk melakukan penghematan,
  2. Peningkatan komputer literacy dalam populasi umum, termasuk generasi baru klinikus,
  3. Perubahan kebijakan pemerintah,
  4. Peningkatan dukungan terhadap komputasi klinik.

Faktor-faktor yang menghambat adopsi EHR:

  1. Pihak Manajemen RS
  2. Ketidakmatangan teknologi, termasuk disparitas antara tingkat pertumbuhan

kapasitas perangkat keras dengan tingkat produktivitas pengembangan perangkat lunak

  1.  Butuh modal awal untuk investasi
    1. Penyelesaian dan instalasi perangkat lunak seringkali terlambat dari yang direncanakan
    2. Perbaikan untuk implementasi butuh tambahan biaya besar dan waktu yang lama
    3. Permasalahan pada pengembangan perangkat lunak meningkatkan resistensi lokal dan menurunkan produktivitas klininikus.
    4. Pihak Klinikus
      1. Aplikasi tidak ramah pada pengguna
      2. Fokus utama administrator kesehatan tertuju pada sistem keuangan
      3. Membutuhkan waktu yang lama untuk penanganan pasien khususnya dalam pengisian data
      4. Sistem EHR meningkatkan dokter menyelesaikan pengumpulan informasi secara intensif, tetapi sulit memfokuskan perhatian pada aspek komunikasi lain dengan pasien
      5. EHR memerlukan terlalu banyak langkah untu menyelesaikan tugas sederhana
      6. EHR tidak efektif mengakomodasi dengan masalah berganda
      7. Dekstop di ruang periksa mengganggu arah posisi duduk dokter dan pasien
      8. Keamanan desktop di ruang periksa tidak terjamin jika pengunjung membawa anak-anak yang sangat aktif.

Berdasarkan beberapa hal yang diketahui dalam implementasi EHR, maka diperlukan standar EHR untuk meningkatkan kualitas dan pengembangan kebijakan kesehatan yaitu :

  1. Mengurangi biaya pengembangan
  2. Meningkatkan keterpaduan data
  3. Memfasilitasi pengumpulan data agregat yang bermakna.

Sebagai strategi dalam implementasi EHR yang pertama, yaitu perlu adanya pemilihan Sistem EHR di sarana pelayanan kesehatan, melalui tahapan:

  1. Penelusuran kebutuhan
    1. Tim kerja/komite

Merupakan komponen yang esensial dalam asesmen dan seleksi sistem. Kepemimpinan tim ini bisa berdampak pada kesuksesan atau kegagalan proyek. Tim ini umumnya dipimpin oleh seorang manajer atau direktur pelayanan informasi atau orang yang memiliki posisi administratif yang menentukan dalam struktur di organisasi tersebut

  1. Konsultan

Konsultan dapat dibutuhkan dan dilibatkan dalam setiap tahap seleksi sistem termasuk tahap penelusuran kebutuhan.

  1. Pengembangan visi

Pada tahap ini sudah harus bisa direfleksikan visi, misi, tujuan, lingkup pelayanan dari organisasi. Hal-hal ini harus mengidentifikasi bagaimana langkah pengembangan dari organisasi akan dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen/klien (termasuk misalnya meningkatkan arti dan keakuratan data klien, peningkatan kualitas dan juga peningkatan kenyamanan kerja karyawan).

  1. Pemahaman sistem yang ada

Dengan memahami keadaan tentang bagaimana saat ini proses pencatatan data, pemrosesan dan pendayagunaan informasinya bisa menjadi ”starting point” dalam penelusuran kebutuhan.

Metode yang dapat digunakan untuk kebutuhan ini meliputi wawancara (dengan atau tanpa kuesioner) dan observasi terhadap kegiatan harian dalam lingkup yang akan dikembangkan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah untuk mengetahui:

  1. Jenis informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap pengguna
  2. Siapa saja yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem
  3. Bagaimana informasi tersebut didayagunakan
  4. Di tingkat mana saja dan dalam konteks apa saja informasi tersebut dibutuhkan
  5. Media apa saja yang dibutuhkan dalam penangkapan data dan penyampaian informasinya.
  6. Penentuan kebutuhan sistem

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem adalah dengan interview terhadap staf dari setiap unit atau area kerja yang terkait. Interviewer harus menanyakan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit tersebut dan apa yang diinginkan tapi tidak bersifat esensial (tidak harus ada). Hal yang ”dibutuhkan” selanjutnya akan termasuk dalam kriteria necessary/must sedangkan hal yang ”diinginkan” akan termasuk dalam kriteria desired/wants.

Contoh informasi yang esensial tentang klien misalnya nama pasien, dokter yang merawat, dan informasi tentang asuransinya. Hal yang tidak dibutuhkan saat ini (wants) bisa ditelaah lagi apakah memang akan menjadi penting pada saat yang akan datang, misalnya penerapan teknologi pengenal suara/voice recognation.

Sebagai strategi lain dalam implementasi EHR, yaitu harus diantisipasi adanya kesalahan (error) yang mungkin terjadi, yakni error within dan error without.

  1. The Errors Within (Intrinsic risk factors): Intrinsic risk factors are anticipated sources of errors, which are within the control of the information producer or user,include:
    1. Design: Proses disain mendefinisikan kebutuhan users, fungsi sistem dan alur kerja sistem
    2. Data; perlu adanya standarisasi (alur data)
    3. Deployment; ujicoba sistem baru
    4. Development; fase pengembangan konstruksi dan verifikasi disain system
    5. Detection; Deteksi kesalahan perlu dilakukan
  2. The Errors Without (Extrinsic risk factors): Extrinsic risk factors are unanticipated errors caused by factors outsides of the system and beyond the control of information producers or users, include:
    1. Change; perlu adanya perubahan-perubahan sesuai perkembanga
    2.  Communication; diperlukan antar para pengguna (users)
    3. Complexity; banyaknya variasi komponen dan interface pada sistem RKE
    4. Corruption Conversion; terjadi pada penyatuan, pemisahan dan transformasi informasi ke media lain

Teknologi penunjang EHR merupakan strategi keberhasilan implementasi EHR, yaitu: Teknologi dan Kualitas Data, teknologi dan database serta manajemen basis data.

  1. Aplikasi
  2. Pelayanan rawat jalan
  3. Pelayanan rawat inap
  4. Penunjang diagnostik
  5. Lain-lain: registrasi, statistik kesehatan, riset dan epidemiologi dll
  6. Tipe Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
  1. Tipe Data: tulisan, angka, suara, image/film, video, gambar, tanda (EEG dan ECT)
  2. Perangkat keras (Hardware); pheriperal equipment (CD Rom), Data input device (workstation dan PC), Output Devicenya (printer dan modem)
    1. Perangkat lunak (Software); programming language, database.

Hasil survey Capgemini seperti dijelaskan pada jurnal American Health Information Management Association (AHIMA) Januari 2005 bahwa 90% pimpinan dari sarana pelayanan kesehatan merencanakan untuk menerapkan EHR dalam enam bulan yang akan datang. Lebih dari 50% responden mengatakan sudah melakukan diskusi internal atau rapat yang membahas tentang penerapan EHR serta para pimpinan tersebut telah mengembangkan analisis keuangan terhadap dampak penerapan EHR. Pada survey tersebut juga diperoleh informasi bahwa lebih dari 70% responden setuju bahwa penerapan EHR akan memberikan keuntungan finansial.
Modal atau investasi awal merupakan barrier utama dalam penerapan EHR.

Kendala-kendala lain dalam penerapan EHR meliputi :

  1. Physician resistance
  2. Lack of technology standards
  3. Staff workload.

Beberapa renponden juga menyatakan bahwa budaya pelayanan kesehatan masa kini merupakan barrier pada EHR. Berdasarkan survey ini juga dijelaskan bahwa perbedaan luas adopsi EHR memerlukan perubahan utama perilaku, aliran kerja (workflows), hubungan antara organisasi kesehatan.

Para pimpinan menyarankan kepada pemerintah untuk :

  1. Mengembangkan standar teknologi (developed technology standards)
  2. Menyediakan subsidi keuangan untuk mendorong penerapan EHR (provide subsidies or tax credits to encourage adoption of EHRs)
  3. Menjalankan tugas (mandate compliance)
  4. Mengedukasi para dokter dan masyarakat tentang keuntungan EHR (educate physicians and the public about EHR benefits)
  5. Menetapkan departemen pusat untuk menyediakan pandangan secara nasional (establish a federal department to provide national oversight).

BAB III

PENUTUP

Implementasi EHR merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan bagi setiap sarana pelayanan kesehatan yang dipicu oleh peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama dalam strategi imlementasi EHR.
Kunci sukses implementasi EHR di saryankes tidak terlepas dari peran serta pemerintah dalam menyiapkan kebijakan terkait dengan implementasi EHR antara lain: Standarisasi model EHR yang sesuai di sarana pelayanan kesehatan Indonesia, Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari UU ITE No. 11 tahun 2008 dan Pedoman pelaksanaan EHR di saryankes termasuk standarisasi istilah-istilah data dasar yang diperlukan dalam EHR.
Professional Rekam Medis dan Infomasi Kesehatan atau Manajemen Informasi Kesehatan (MIKI) wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang TIK untuk mengantisipasi beberapa peran professional MIK yang akan datang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

Contoh RKE :

   

 

  

 

 

 

 

                                                                                                           

PROPOSALPRAKTIKUM METOPEN“Analisis Sistem Pengelolaan Rekam Medis Rawat Inap

PROPOSAL

PRAKTIKUM METOPEN

“Analisis Sistem Pengelolaan Rekam Medis Rawat Inap RSUD Kota Semarang”

Instrukur : Parmadi Sigit P, SE, MM

 
   

Kelompok 4

Halijah A. Atamimi                 (14.10.2344)

Hilda Damayanti                     (14.102345)

Ibnu Hajar Muttaqin               (14.10.2346)

Ika Nurhiziryati                       (14.10.2347)

Linda Nurjanah                       (14.10.2415)

Meilina                                    (14.10.2354)

Nia Sintiani                             (14.10.2355)

Via Sofiana                             (14.10.2368)

Yosefina M. T. Kewa             (14.10.2371)

 

G/KM/VI

 

KONSENTRASI SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAN REKAM MEDIK

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2013

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG MASALAH

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.1 Dalam memberikan pelayanan kesehatan diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang berkualitas. Benjamin (1980) menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang baik secara umum berarti memiliki rekam medis yang baik pula.2 Menurut Kementerian Kesehatan (1982) menyatakan bahwa pada beberapa Negara maju, Badan Organisasi Akreditasi Rumah Sakit, mengganggap bahwa rekam medis sangat penting dalam mengukur mutu pelayanan medis yang diberikan oleh rumah sakit beserta staf medisnya.3 Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah data atau informasi dari rekam medis yang baik dan lengkap. Indikator mutu rekam medis yang baik adalah kelengkapan isi, akurat, tepat waktu dan pemenuhan aspek persyaratan hukum.4 Oleh sebab itu dalam mengelolan rekam medis, setiap rumah sakit selalu mengacu kepada pedoman atau petunjuk teknis pengelolaan rekam medis yang dibuat oleh rumah sakit yang bersangkutan. Pengelolaan rekam medis di rumah sakit adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya mencapai tujuan rumah sakit, yaitu peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam pengelolaan rekam medis untuk menunjang mutu pelayanan bagi rumah sakit, pengelolaan rekam medis harus efektif dan efisien.

Dari hasil survey pendahuluan didapatkan bahwa pengelolaan rekam medis di RSUD Kota Semarang belum berjalan optimal (Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 pasal 15), yaitu pengelolaan belum sesuai dengan tatakerja dan organisasi sarana pelayanan kesehatan. Terbukti dari dokumen rekam medis tidak tepat waktu dan tidak lengkap. Sekitar 12 dokumen RM tidak tepat waktu dan 15 dokumen RM tidak lengkap (50%) dari 30 dokumen per hari yang masuk ke bagian assembling tidak lengkap, penulisan dokter tidak spesifik dalam diagnosa sehingga menyulitkan petugas, human error pada miss file atau tata letak berkas rekam medis yang mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan berkas rekam medis. Keadaan ini akan mengakibatkan dampak bagi intern rumah sakit dan ekstern rumah sakit, karena hasil pengolahan data menjadi dasar pembuatan laporan intern rumah sakit dan laporan ekstren rumah sakit karena laporan ini berkaitan dengan penyusunan berbagai perencanaan rumah sakit, pengambilan keputusan oleh pimpinan khususnya evaluasi pelayanan yang telah diberikan yang diharapkan hasil evaluasinya akan menjadi lebih baik. Terlebih lagi jika informasi itu dipakai oleh departemen kesehatan hasil yang diperoleh tidak akan mengenai sasaran bagi rumah sakit dan departemen kesehatan. Oleh karena itu data yang diperoleh harus sesuai fakta, lengkap, serta dapat dipercaya agar menjadi sebuah informasi yang berupa laporan yang akurat, lengkap dan tepat waktu.5 Dan kurangnya pelatihan dan sarana prasaran dalam menunjang kegiataan pengelolaan rekam medis. Tujuan dari dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem pengelolaan rekam medis pasien rawat inap di RSUD Kota Semarang.

  1. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka didapatkan rumusan masalah yaitu “ Bagaimana proses sistem pengelolaan rekam medis rawat inap rumah sakit umum daerah kota semarang ?”.

  1. TUJUAN PENELITIAN
  1. Tujuan Umum

Mengetahui sistem pengelolaan rekam medis pasien rawat inap di RSUD Kota Semarang.

  1. Tujuan Khusus
    1. Mengetahui kegiatan pengelolaan rekam medis pasien rawat inap
    2. Faktor-faktor yang mendorong sistem pengelolaan rekam medis pasien rawat inap
    3. MANFAAT PENELITIAN
      1. Bagi Rumah Sakit

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pelaksanaan sistem pengelolaan rekam medis yang sesuai dengan kebutuhan dan prosedur rumah sakit sehingga menunjang terjadinya pelayanan yang tertib dan terkendali.

 

 

 

  1. Bagi Instansi Pendidikan
    1. Dapat menambah kepustakaan, wawasan dan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan
    2. Dapat dijadikan sebagai tambahan pustaka dan referensi untuk mendukung peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian serupa.
  2. Bagi mahasiswa
    1. Menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan gambaran tentang sistem pengelolaan rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit.
    2. Dapat menerapkan dan mempraktekkan secara langsung teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan.
  3. Subek penelitian
  1. FOKUS PENELITIAN

Subyek penelitian ini adalah koordinator di masing-masing bagian assembling, koding, indeksing, filling dan analising.

  1. Obyek penelitian

Sistem pengelolaan rekam medis pasien rawat inap RSUD Kota Semarang.

  1. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di unit rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

  1. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012

  1. KEASLIAN PENELITIAN

 

  1. Johson. Tinjauan Prosedur Koding Penyakit Pada Pasien Rawat Inap dalam menghasilkan 10 Penyakit terbesar di Royal International Hospital Jakarta Triwulan 1 2007. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Program studi perekam medis dan informasi kesehatan Fakultas ilmu kesehatan Universitas Esa Unggul, 2007.

 

  1. Boekitwetan, Paul. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Mutu Rekam Medis Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana UI, 1996.

 

  1. Ria Yudha Permata Ratmanasuci. Analisis Kelengkapan Pengisian Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Kota Semarang tahun 2008. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Program SI FKM UNDIP, 2008.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. LANDASAN TEORI
    1. Rumah Sakit

Istilah hospital konon berakar dari kata latin hostel yang biasa digunakan di abad pertengahan sebagai tempat bagi para pengungsi yang sakit, menderita dan miskin.

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/17/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dab subspesialistik, sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, B (pendidiksn dan non-pendidikan), kelas C dan kelas D.

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisisr serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.

  1. Analisis Sistem Informasi

a)      Pengertian Analisis

Definisi analisis dari Roger S.pressman dalam buku software engineering (2001:272) adalah sebagai berikut :

“analisis requirement adalah sebuah peruses yang terbagi ke dalam lima tahap penting : pengenalan masalah, evaluasi masalah, permodelan, spesifikasi dan review yang bertujuan untuk memberikan gambarantentang model data fungsi dan sifat yang dimiliki oleh perangkat lunak.

b)      Pengertian Sistem

“Sistem ialah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. (yogianto,1)

Sedangkan menurut Burd and Strater, ”Sistem dapat dirumuskan sebagai setiap kumpulan bagian-bagian atau subsistem-subsistem yang disatukan dan dirancang untuk mencapai suatu tujuan”.

Setelah memperhatikan beberapa teori mengenai sistem diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.

c)      Pengertian Informasi

“Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan berarti bagi yang menerimanya”(yogianto,8).

Sedangkan menurut Goordon B.Davis,”informasi ialah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang penting bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata atau dapat dirasakan dalam keputusan-keputusan sekarang atau yang akan datang.

Dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa informasi adalah sekumpulan data yang telah mengalami proses pengolahan sehingga menjadi bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya.

d)     Pengertian Analisis Sistem

Analisis sistem ialah penguraian dari sustu system informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan. Kesempatan-kesempatan, hambatan-hambatan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan, sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikannya.

Sedangkan menurut Rilley M..J., “Analisis sistem merupakan suatu metedologi untuk menciptakan dan merancang atau membentuk sistem yang dapat diaplikasikan dari metode-metode ilmiah terhadap sistem-sistem.”

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis sistem merupakan penelahaan terhadap sistem yang berjalan untuk dilihat efektif dan efisiennya suatu sistem.

  1. Rekam Medik

a)      Pengertian Rekam Medik

Rekam Medik mengandung pengertian keterangan baik yang tertulis maupun terekan tentang : identitas, anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnose segala pelayanan dan tindakan medic yang diberikan kepada paisen, dan pengobatan baik yang dirawat nginap, rawat jalan, maupun yang mendapatakan pelayanan gawat darurat.

 

b)      Kegunaan Rekam Medik

Rekam medik mengandung nilai/aspek :

1)      Administration (administrasi)

2)      Legal (Hukum)

3)      Financial (keuangan)

4)      Education (pendidikan)

5)      Document (dokumen)

Secara umum kegunaan system rekam medik sebagai berikut:

1)      Alat komunikaasi antar dokter dan tenaga ahli yang terlibat dalam pembicaraan pelayanan kesehatan.

2)      Dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus di berikan kepada seorang pasien .

3)      Bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan perkembangan penyakit dan pengobatan selam pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit.

4)      Bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang di berikan kepada pasien.

5)      Melindungi kepentingan umum, pasien, petugas, kesehatan dan rumah sakit.

6)      Menyedikan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

7)      Dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.

8)      Sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggung jawaban laporan.

 

 

 

 

 

 

  1. KERANGKA TEORI
 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. KERANGKA KONSEP

 

                   
 

Pelayanan TPPRI 24 jam :

  1. SOP
  2. SDM

 

 

 

Kendala yang dihadapidalam hal jumlah tenaga, petugas di masing-masing bagian.

 

 

     
 
 
     
 
     

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

  1. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif.

  1. SUBYEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian kualitatif ini terdiri dari sebelas orang yaitu informan utama dan informan triangulasi. Informan utama terdiri empat koordinator pengelolaan rekam medis rawat inap dimasing-masing bagian assembling, koding, indeksing, filling dan analising. Dan informan triangulasi terdiri dari tujuh orang yaitu kepala bagian pelayanan, kepala rekam medis, dokter, perawat, koordinator rekam medis, koordinator pengolahan data rekam medis, koordinator pelaporan.

  1. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di unit rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012

  1. VARIABEL PENELITIAN

Variabel dalam penelitian desktiptif kualitatif merupakan variabel tunggal (bebas). Variabel penelitian ini adalah “Sistem Pengelolaan Rekam Medis Rawat Inap”.

  1. DEFINISI OPERASIONAL

Input Pengelolaan Rekam Medis

  1. Alur pengelolaan rekam medis
  2. Sumber Daya Manusia
  3. Sarana dan Prasarana
  4. SOP (Prosedur Kerja)

 

 

Proses Pengelolaan Rekam Medis

  1. Kegiatan Assembling
  2. Kegiatan Koding&Indeksig
  3. Kegiatan Filling
  4. Kegiatan Analising
  1. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Berdasarkan sumbernya penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu :

  1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu :

a)      Observasi

Observasi disebut juga dengan pengamatan yang merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Pengamatan dapat dilakukan dengan seluruh alat indera. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan atau observasi langsung terhadap pelayanna TPPRI di RSUD Kota Semarang.

b)      Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab atau dialog langsung antara pewawancara dengan responden.

  1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung dari subyek penelitiannya (Saryono, 2008). Data yang didapat tidak secara langsung dari obyek peneltian, peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain (Riwidikdo, 2007). Dokumentasi merupakan kegiatan mencari data atau variabel dari sumber berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Saryono, 2009). Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara(Sugiyono, 2009).

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh melalui literatur, melihat dan mendengarkan. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari pihak RS dan RM yang meliputi data berkaitan dan mendukung.

  1. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian ini,  pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan peneliti sebagai instrumen penelitian. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, penghambat dan pendukung, bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya (Nasution, 1998). Namun untuk lebih menguatkan data yang akan dicari peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi.

  1. METODE ANALISIS DATA
    1. Reduksi data (Data Reduction)

Reduksi data menurut Milles dan Habberman dalam Sugyono (2008) adalah proses pemilihan, pemusnahan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Dalam proses reduksi data pada penelitian ini memilah data hasil awawancara dan observasi dalam bentuk ringkasan.

  1. Penyajian data (data display)

Menurut Notoatmodjo (2002), penyajian data dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitui penyajian dalam bentuk teks, tabel, dan grafik. Penyajian dalam bentuk teks adalah penyajian data hasil penelitian dalam bentuk kalimat. Peyajian dalam bentuk tabel adalah suatu penyajian yang sistem matik dari pada data numerik yang gtersusun dalam kolom atau jajaran. Penyajian data dalam bentuk grafik adalah suatu penyajian data secara visual. Hasil dari penelitian ini kana disajikan dalam bentuk teks dan tabel.

  1. Penarikan kesimpulan

Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya. Penarikan kesimpuilan dalam penelitian ini dilakukan dalam pembahasan dan analisis (sugiyono, 2008).

 

 

 

 

  1. KEABSAHAN DATA

Dalam keabsahan penelitian, untuk menguji kredibilitas akan digunakan metode triangulasi.

  1. Triangulasi sumber

Atasan                                                 Sumber

 

 

                            Bawahan

Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan tiga sumber data tersebut.

  1. Triangulasi teknik

 

Wawancara                                         Observasi

 

                     Kuesioner / Dokumen

Triangulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi .

  1. Triangulasi waktu

                                                     Siang                                   Sore

 

Pagi

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, kana memeberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara pengecekan saat wawancara maupun observasi dalam waktu atau situasi yang berbeda.

Dalam penelitian ini, peneliti cenderung menggunakan triangulasi sumber yaitu informasi mengenai sistem pengelolaan rekam medis yang diperoleh dari empat koordinator pengelolaan rekam medis rawat inap dimasing-masing bagian assembling, koding, indeksing, filling dan analising. Dan informan triangulasi terdiri dari tujuh orang yaitu kepala bagian pelayanan, kepala rekam medis, dokter, perawat, koordinator rekam medis, koordinator pengolahan data rekam medis, koordinator pelaporan.

  1. KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan penelitian yang peneliti temukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Kemampuan dan pengetahuan dari peneliti yang masih kurang sehingga dalam penelitian kurang maksimal
  2. Kesulitan dalam menemui subyek penelitian dan infroman yang akan diwawancarai karen jadwal kerja yang padat.

“Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ”

MAKALAH

METODOLOGI PENELITIAN

“Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ”

Dosen : Slamet Iskandar

 
   

 

 

 

 

 

                                                                                                 

 

 

Kelompok 7 :

  1. Halikah. A. Atamimi (14.10.2344)
  2. Hilda Damayanti       (14.10.2345)
  3. Ibnu Hajar. M            (14.10.2346)
  4. Ika Nurhiziryati         (14.10.2347)

 

KONSENTRASI SISTEM INFORMASI KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2013

 

 

 

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………     1

Daftar Isi ………………………………………………………………………     2

A. Pengertian Variabel …………………………………………………..      3

B. Jenis-jenis Variabel ……………………………………………………      4

  1. Sifat Variabel …………………………………………………………..     7

D. Pengukuran Variabel …………………………………………………      8

E. Definisi Operasional …………………………………………………..     11

F. Macam-macam Hubungan Antar Variabel …………………….     14

G. Langkah-langkah Menentukan Variabel ……………………….     17

Daftar Pustaka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. A.    Pengertian Variabel

Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Variabel merupakan anggota dari sebuah konsep , seperti SD, SMP, SMA, Perguruan tinggi dalam konsep tingkat pendidikan. Variabel merupakan gejala yang bervariasi dan gejala merupakan obyek penelitian. Jadi variabel adalah obyek penelitian yang bervariasi. Konstruk adalah konsep yang diciptakan atau digunakan dengan sengaja dan kesadaran penuh untuk suatu maksud ilmiah tertentu (misalnya untuk diteliti atau dikaji).

Contoh :

Pada penelitian dengan judul pengaruh  penghargaan terhadap peningkatan prestasi mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, maka konsep “penghargaan” dan “prestasi”, harus dijabarkan dalam bentuk konstruk. Konstruk ini selanjutnya disebut variabel. (Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 33-34)

Varaibel adalah konsep yang mempunyai variabilitas. Konsep merupakan penggambaran / abstraksi dari suatu fenomena tertenrtu, sehingga padas akhirnya variabel merupakan segala sesuatu yang bervariasi. Oleh karena itu terdapat jenjang yang menurun dari Teori —-Konsep —- Konstruk —- Variabel. Variabel merupakan konstruk / ciri/ sifat yang dikaji/ diteliti, suatu sifat yang dapat memiliki bermacam-macam nilai (sesuatu yang bervariasi).

Contoh perbedaan konsep dan variabel :

Konsep

Variabel

Kemampuan kontraksi otot

Derajat kontraksi

Kekuatan kontraksi

Ketahanan kontraksi

Penyembuhan luka

Luas luka

Sekresi luka

Tingkatan granulas

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 33-34)

Kegunaan variabel penelitian yaitu :

  1. Untuk mempersiapkan alat dan metode pengumpulan data
  2. Untuk mempersiapkan metode analisis/pengolahan data
  3. Untuk pengujian hipotesis

(Ig. Dodiet Aditya. Handout Mata Kuliah : “Metodologi Research” Untuk Prodi D III Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 / 2009)

Variabel penelitian yang baik adalah :

  1. Relevan dengan tujuan penelitian
  2. Dapat diamati dan dapat diukur

(Ig. Dodiet Aditya. Handout Mata Kuliah : “Metodologi Research” Untuk Prodi D III Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 / 2009)

Dalam suatu penelitian, variabel perlu diidentifikasi dan didefinisikan secara operasional  dengan jelas dan tegas agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta dalam pengujian hipotesis. (Aditya, Ig. Dodiet. Handout Mata Kuliah : “Metodologi Research” Untuk Prodi D III Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 / 2009)

 

  1. B.     Jenis-jenis Variabel

Variabel dapat dibedakan menjadi :

  1. Variabel Kuantitatif

Contoh : Luas kota, umur, banyaknya jam dalam sehari, dll.

Variabel kuantitatif diklasifikasian menjadi 2 kelompok skala variabel yaitu

  1. Variabel diskrit, merupakan variabel yang tingkat pengukurannya tidak menunjukkan urutan atau kesinambungan, melainkan berdiri sendiri secara terpisah. Contoh : jenis kelamin, golongan darah, suku anggota tubuh.
  2. Variabel kontinum, merupakan variabel yang variasi nilainya berurutan atau ada hubungan satu dengan lainnya. Contoh : tingkat pendidikan, suhu,tingkat kecerdasan, berat badan, tinggi badan.

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 36)

  1. Variabel Kualitatif

Contoh : Kemakmuran, kepandaian, dll.

(Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi-VI, Cetakan ke-13, Jakarta : PT. Renika Cipta, 2006. Hal. 116)

Jenis-jenis variabel menurut fungsinya :

  1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap menentukan variabel terikat. Variabel ini dapat merupakan faktor risiko, prediktor, kausa/ penyebab.

  1. Variabel Tergantung/ Terikat (Dependent Variable)

Adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel tergantung disebut juga kejadian, luaran, manfaat, efek atau dampak. Variabel tergantung juga disebut Penyakit/ Outcome.

Contoh :

  1. Pengaruh pemberian susu formula (PASI) terhadap timbulnya obesitas pada anak < 2 tahun.

Variabel independent : Susu formula (PASI)

Variabel dependent : Obesitas

  1. Hubungan antara kadar kolesteroldengan kejadianpenyakit infark miokard di RSUD Purwojati, Semarang.

Variabel independent : Kadar kolesterol

Variabel dependent : Infark miokard

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 36)

 

  1. Variabel Penengah (Moderating Variable)

Adalah variabel yang karena fungsinya ikut mempengaruhi variabel tergantung serta meperjelas hubungan bebas dengan variabel tergantung. (Http://navelmangelep.wordpress.com yang dambil pada Kamis, 7 Maret 2013 pukul 06:25)

Contoh : Ada hubungan antara promosi di media TV dengan meningkatnya kesadaran merek Hp X di kalangan konsumen.

Variabel bebas             : Promosi

Variabel tergantung    : Kesadaran merek

Variabel moderat        : Media Promosi

  1. Variabel Sela atau antara (Intervening Variable)

Adalah variabel yang terletak di antara variabel independen dan dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen.

Variabel Intervening juga merupakan variabel yang berfungsi menghubungkan variabel satu dengan variabel yang lain. Hubungan itu dapat menyangkut sebab akibat atau hubungan pengaruh dan terpengaruh. (Http://navelmangelep.wordpress.com yang dambil pada Kamis, 7 Maret 2013 pukul 06:25)

Contoh : Hipotesis adanya hubungan antara “gaya kepemimpinan dengan kinerja” pegawai.

Variabel bebas             : Gaya kepemimpinan

Variabel terikat           : Kinerja pegawai

  1. Variabel kendali (Controlling Variable)

Adalah variabel yang membatasi (sebagai kendali) atau mewarnai variabel mederator.

Variabel ini berfungsi sebagai kontrol terhadap variabel lain terutama berkaitan dengan variabel  moderator jadi juga  seperti variabel moderator dan bebas ia juga ikut berpengaruh terhadap variabel tergantung. (Http://navelmangelep.wordpress.com yang dambil pada Kamis, 7 Maret 2013 pukul 06:25)

Contoh : Apakah ada perbedaan antara tenaga penjual (sales force) yang lulus D3 dan S1 maka harus ditetapkan variable control berupa gaji yang sama, peralatan yang sama, iklim kerja yang sama, dan lain-lain. Tanpa adanya variabel kontrol maka sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan karena faktor pendidikan.

 

  1. Variabel Rambang

Adalah variabel yang fungsinya dapat diabaikan atau pengaruhnya hampir tidak diperhatikan terhadap variabel bebas maupun tergantung. (Http://navelmangelep.wordpress.com yang dambil pada Kamis, 7 Maret 2013 pukul 06:25)

Contoh : Dari judul penelitian “Studi Komperatif Prestasi Brlajar IPA” yang pengajarnya menggunakan metode demonstrasi dan yang menggunakan metode ceramah antara siswa putra-putri  kelas 2 SMP X Solo tahun1994.

Variabel tergantung    : Prestasi belajar IPA

Variabel bebas             : Metode demonstrasi

Variabel moderat        : Siswa putra-putri

Variabel kendali          : kelas 2 SMP X

 

  1. C.    Sifat Variabel
    1. Variabel Statis adalah varaibel yang tidak dapat diubah keberadaannya.

Contoh : jenis kelamin, tinggi badan,status sosial, tempat tinggal, dll.

  1. Variabel Dinamis adalah variabel yang dapat diubah keberadaannya berupa pengubahan, peningkatan atau penurunan.

Conntoh : kedisiplinan, tingkat pengetahuan, motivasi kepedulian, dll.

(Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi-VI, Cetakan ke-13, Jakarta : PT. Renika Cipta,

Pemahaman variabel sangat penting untuk :

  1. Menentukan hipotesis
  2. Menentukan instrumen penelitian
  3. Menentukan ragam data yang dikumpulkan
  4. Mencerminkan luas sempitnya kesimpulan

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 38)

 

  1. D.    Pengukuran Variabel

Pengukuran adalah penting bagi setiap penelitian, karena dengan pengukuran itu penelitian dapat menghubungkan konsep yang abstrak dengan realitas.

Untuk dapat melakukan pengukuran, maka seseorang peneliti harus memikirkan bagaimana ukuran yang paling tepat untuk suatu konsep. Ukuran yang tepat akan memberikan kepada penelii untuk merumuskan lebih tepat dan lebih cermat konsep penelitiannya. Proses pengukuran mengandung 4 kegiatan pokok sebagai berikut :

  1. Menentukan indikator untuk dimensi – dimensi variabel penelitian.
  2. Menentukan ukuran masing-masing dimensi. Ukuran ini dapat berupa item (pertanyaan) yang relevan dengan dimensinya.
  3. Menentukan ukuran yang akan digunakan dalam pengukuran, Apakah tingkat ukuran nominal, ordinal interval atau ratio dan
  4. Menguji tingkat validitas dan reliabilitas sebagai kriteria alat pengukuran yang baik.. Alat pengukur yang baik, apabila alat pengukur itu dapat mengungkapkan realita itu dengan tepat. Oleh karena itu dalam pengukuran gejala yang demikian itu yang dianut adalah berdasarkan indikator-indikator konsep tersebut. Jadi kalau akan mengukur intelegensi harus mencari apa yang menjadi indikator perbuatan yang intelegen tersebut.

Http://navelmangelep.wordpress.com yang dambil pada Kamis, 7 Maret 2013 pukul 06:25.

Ada 4 skala pengukuran, yaitu :

  1. Skala Nominal

Ukuran nominal adalah ukuran yang paling sederhana, di mana angka yang diberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja dan tidak menunjukkan tingkatan apa-apa. Objek dikelompokkan dalam set-set dan kepada semua anggota set diberikan angka. Set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa ( mutually exclusive and exhaustive ). Misalnya, untuk mengukur jenis kelamin, objek dibagi atas 3 set, yaitu laki-laki, perempuan dan banci. Kemudian untuk masing-masing anggota set di atas kita berikan angka, misalnya : 1-pria; 2-Wanita; dan 0-untuk banci. Jelas kelihatan bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa tingkat wanita lebih tinggi dari pria ataupun tingkat pria lebih tinggi dari banci. Angka-angka tersebut tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka yang diberikan hanya berfungsi sebagai label saja.

(Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Cetakan ke-6, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005. Hal. 130)

Himpunan yang terdiri dari anggota-anggota yang mempunyai kesamaan setiap anggotanya dan memiliki perbedaan dari anggota himpunan yang lain. Skala nominal dapat berupa dikotomi dan politomi.

Contoh :

            Jenis kelamin = laki-laki dan perempuan

            Pekerjaan = pegawai, petani, pedagang, dll

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 39)

  1. Skala Ordinal

Ukuran ordinal adalah angka yang diberikan di mana angka-angka tersebut mengandung pengertian tingkatan. Ukuran nominal digunakan untuk mengurutkan objek dari yang terendah ke tertinggi atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolute terhadap objek, tetapi hanya memberikan urutan (ranking) saja. (Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Cetakan ke-6, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005. Hal. 130)

Himpunan yang beranggotakan menurut ranking, urutan (order), pangkat atau jabatan. Himpunan tidak hanya dokategorikan pada persamaan atau perbedaan, tetapi juga dari pernyataan lebih besar atau lebih kecil.

Contoh :

            Pendapatan dikategorikan rendah, sedang dan tinggi.

            Tingkatan pengetahuan dikategorikan baik, sedang dan buruk.

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 39-40)

 

  1. Skala Interval

Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari cirri atau sifat objek yang diukur. Ukuran interval tidak memberikan jumlah absolute dari objek yang diukur.

Skala ordinal, tetapi himpunan tersebut dapat memberikan nilai interval atau jarak urutan kelas.

 

Contoh :

                  A                 B                    C                     D

           

                  1                   2                     3                     4

                  Interval A-D  = 4-1 = 3

                  Interval B-D = 4-2 = 2

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 40)

 

  1. Skala Ratio

   Ukuran rasio adalah ukuran yang mencakup semua ukuran diatas, ditambah dengan satu sifat lain, yaitu ukuran ini memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur. Titik rasio mempunyai titik nol, karena itu interval jarak tidak dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik nol diatas. Karena ada titik nol tersebut, maka ukuran rasio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. (Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Cetakan ke-6, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005. Hal. 130)

   Adalah variabel yang mempunyai perbandingan.

Contoh :

Bila 1 karung beras beratnya1 kuintal, maka 5 karung beras beratnya 5 kuintal (Ratio 1:5).

Tinggi badan, Kadar/ Konsentrasi.

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 40)

 

  1. E.     Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Alimul Hidayat, 2007). (Aditya, Ig. Dodiet.  Handout Mata Kuliah: “Metodologi Research” Untuk Prodi D III Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 / 2009)

Mendefinisikan variable secara operasional adalah menggambarkan / mendeskripsikan variable penelitian sedemikian rupa, sehingga variable tersebut bersifat :

  1. Spesifik ( Tidak Beinterpretasi Ganda )
  2. Terukur ( Observable atau Measurable )

Contoh variable yang berinterpretasi ganda : Status Gizi. Variable ini dapat diukur dan dideskripsikan dengan bermacam kombinasi pengertian atau pengukuran, seperti :

  1. Berat Badan (BB) dengan Tinggi Badan (TB)
  2.  BB – TB dengan Usia
  3.  Kadar Protein serum
  4.  Lingkar Lengan Atas dan Lingkar Kepala, dsb.

(Aditya, Ig. Dodiet.  Handout Mata Kuliah: “Metodologi Research” Untuk Prodi D III Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 / 2009)

Definisi operasional ditentukan berdasarkan Parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran adalah Cara dimana variable dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya. Sehingga dalam Definisi Operasional mencakup penjelasan tentang :

  1. Nama variable
  2. Definisi variable berdasarkan konsep/maksud penelitian.
  3. Hasil Ukur / Kategori
  4. Skala Pengukuran.

Contoh :

Suatu penelitian dengan judul “Faktor – factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada ibu hamil…”

Berdasarkan judul tersebut, maka Variabel bebasnya (misalnya) adalah Obesitas, Diet Tinggi Garam, Genetik dan Umur. Sedangkan Variabel terikatnya adalah Hipertensi.

Maka Definisi Operasionalnya dapat dibuat sebagai berikut : NO

VARIABEL

DEFINISI OPERASIONAL

HASIL UKUR / KATEGORI

SKALA

1

Obesitas

Kelebihan massa tubuh responden yang didapat berdasarkan perhitungan rasio berat badan dan tinggi badan pada kurun waktu tiga bulan terakhir.

1 : IMT > 27 kg/m2

2 : IMT ≤ 27 kg/m2

Nominal

2

Diet Tinggi Garam

Kebiasaan responden dalam mengkonsumsi makanan yang rasanya asin.

Intensitas :

1 : Sering

2. Tidak Pernah

Nominal

(Aditya, Ig. Dodiet. Handout Mata Kuliah : “Metodologi Research” Untuk Prodi D III Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 / 2009)

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel. Variabel yang dimasukkan dalam operasioanal adalah variabel kunci/ penting yang dapat diukur secara operasional dan dapat dipertanggung jawabkan (refrensi harus jelas). Dengan definisi operasional maka dapat dietentukan cara yang dipakai untuk mengukur variabel, tidak dapat arti dan istilah-istilah ganda yang apabila tidak dibatasi akan menimbulkan tafsiran yang berbeda. Definisi operasional hendaknya memuat batasan tentang :

  1. Variabel bebas dan variabel terikat
  2. Istilah yang dipakai untuk menghubungkan variabel-variabel

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 41)

Batasan atau arti suatu variabel dilakukan dengan merinci hal-hal yang harus dikerjakan. Definisi operasional variabel merupakan pedoman bagi peneliti untuk  mengukur atau memanipulasi variabel tersebut. Definisi operasional variabel harus spesifik (tidak berinterpretasi ganda) dan terukur (measurable dan observable). (Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 41)

Mendefinisikan variabel secara operasional dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :

  1. Secara langsung, dilakukan dengan menjelaskan bagaimana pengukuran dpat dilakukan. Kalau terdapat bermacam-macam pengukuran, maka definisi yang dipilih harus sesuai dengan teknik yang akan digunakan.

Contoh :

“Status gizi”, dapat diukur dengan beberapa macam teknik yaitu :

  1. Secara biokimia : kadar albumin darah, protein serum
  2. Secara fisik : BB/ TB, BB/ U, TB/ U, tebal kulit
  3. Secara klinis : turgor kulit, derajat anemia.
  4. Secara tidak langsung, dilakukan dengan menjelaskan kriteria manipulasi terhadap variabel dan cara mengukur efekdari manipulasi tersebut.

Contoh :

“urin tampung” : jumlah urin yang dikeluarkan pasien  selama penampungan 24 jam.

“daya tahan tubuh” : kemampuan tubuh menahan serangan antigen yang diukur dari ferkuensi terjadinya penyakit dalam satu bulan.

(Saryono, S. Kp, M. Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan. Hal. 41-42)

 

  1. F.     MACAM-MACAM HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

Sesungguhnya yang dikemukakan di dalam inti penelitian ilmiah adalah mencari  hubungan antara berbagai variabel.  Hubungan yang paling dasar adalah hubungan antara dua variabel bebas  dan variabel terikat ( Independent variabel dengan dengan dependent variabel).

  1. Hubungan Simetris

     Variabel-variabel dikatakan mempunyai hubungan simetris apabila variabel yang satu tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh variabel lainnya. Terdapat 4 kelompok hubungan simetris :

  1. Kedua variabel merupakan indikator sebuah konsep yang sama.
  2. Kedua variabel merupakan akibat daru suatu faktor yang sama.
  3. Kedua variabel saling berkaitan secara fungsional, dimana yang satu berada yang lainnya pun pasti disana.
  4. Hubungan yang bersifat kebetulan semata-mata.
    1. Hubungan Timbal Balik

     Hubungan timbal balik adalah hubungan di mana suatu variabel dapat menjadi sebab dan akibat dari variabel lainnya. Perlu diketahui bahwa hubungan timbal balik bukanlah hubungan, dimana tidak dapat ditentukan  variabel yang menjadi sebab dan variabel  yang menjadi akibat.

  1. Hubungan Asimetris (tidak simetri)

     Satu variabel atau lebih mempengaruhi variabel yang lainnya. Ada enam tipe hubungan tidak simetris, yakni :

  1. Hubungan antara stimulus dan respons. Hubungan yang demikian itulah  merupakan salah satu hubungan kausal yang lazim dipergunakan oleh para ahli.
  2. Hubungan antara disposisi dan respons. Disposisi adalah kecenderungan untuk menunjukkkan respons tertentu dalam situasi tertentu. Bila “Stimulus” datangnya pengaruh dari luar dirinya, sedangkan “Disposisi” berada dalam diri seseorang.
  3. Hubungan antara diri indiviidu dan disposisi atau tingkah laku. Artinya ciri di  sini adalah sifat individu yag relatif tidak berubah dan tidak dipengaruhi lingkungan.
  4. Hubungan antara prekondisi yang perlu dengan akibat tertentu.
  5. Hubungan Imanen antara dua variabel.
  6. Hubungan antara tujuan (ends) dan cara (means)

(Http://navelmangelep.wordpress.com yang dambil pada Kamis, 7 Maret 2013 pukul 06:25)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. G.    Langkah-Langkah Menentukan Variabel

Langkah 1

Memilih Masalah

 

 

 

 

                                                                                                                             

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi-VI, Cetakan ke-13, Jakarta : PT. Renika Cipta, 2006. Hal. 115)

 

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi-VI, Cetakan ke-13, Jakarta : PT. Renika Cipta, 2006.

Saryono. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan ke-4, Yogyakarta : Mitra Cendekia Press, 2011.

Nazir, Mohammad. Metode Penelitian. Cetakan ke-6, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005.

Aditya, Ig. Dodiet.  Handout : “Metodologi Research” Untuk Prodi D III Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 / 2009 . 

Http://navelmangelep.wordpress.com yang dambil pada Kamis, 7 Maret 2013 pukul 06:25.